Minggu (20 Juli 2025) Siapa sangka, sebuah rumah sederhana di sudut Dukuh Blimbing, Desa Sambongrejo, Kecamatan Sambong, kini menjadi tempat lahirnya cahaya-cahaya kecil yang bersinar dari ayat-ayat Al-Qur’an. Di rumah kediaman Bapak Basar itu, para mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) dari Institut Agama Islam Khozinatul Ulum Blora tengah menebar cahaya ilmu dan keikhlasan melalui kegiatan belajar mengaji bersama anak-anak desa.
Setiap hari Senin, Selasa, Rabu, Sabtu, dan Minggu, selepas sholat Ashar, rumah itu berubah wajah. Dari sebuah tempat tinggal biasa, menjadi pusat pembelajaran yang sarat makna. Anak-anak datang membawa Iqro, Juz Amma, dan Al-Qur’an, disambut dengan senyum hangat para mahasiswa yang kini menjadi guru sementara mereka. Suasana penuh semangat dan tawa anak-anak berpadu dengan ketulusan para pengajar muda menjadikan sore hari di Dukuh Blimbing terasa begitu hidup dan berkah.
“Kami sangat terharu melihat semangat mereka,” ungkap Avika Ainurrohmah, salah satu mahasiswa KKN. “Banyak anak yang sudah mampu membaca panjang-pendek dengan baik. Tinggal bagaimana kami memoles mereka agar lebih fasih dan percaya diri dalam membaca Al-Qur’an.”
Kegiatan TPQ ini tak hanya fokus pada pembacaan, tetapi juga mencakup hafalan surah pendek, doa-doa harian, serta pemahaman dasar tajwid dan makhraj. Sebelum kegiatan dimulai, mahasiswa KKN selalu menyisipkan ice breaking untuk mencairkan suasana. Gelak tawa dan antusias anak-anak menjadi pembuka yang manis sebelum mereka larut dalam lantunan ayat-ayat suci.
Namun, seperti proses belajar lainnya, jalan ini juga penuh tantangan. Beberapa anak masih bingung membedakan bacaan tajwid seperti tasydid, bacaan tebal dan tipis, bahkan pelafalan huruf-huruf seperti kha, ha, tsa, dan dzal.
“Anak-anak di sini luar biasa potensinya,” tutur Siti Marfuatun, mahasiswa KKN lainnya. “Tinggal sedikit pembenahan dalam hal makhraj dan tajwid. Kami berharap bisa membantu mereka mengenal Al-Qur’an lebih dalam, bukan sekadar membaca, tapi juga memahami.”
Kesungguhan mereka bukan hanya dalam mengajar, tapi juga dalam mencintai. Mencintai proses, mencintai anak-anak, dan mencintai tugas pengabdian yang mereka jalani dengan hati. Karena mereka percaya, mengajar Al-Qur’an bukan hanya soal metode, tetapi juga soal cinta dan doa.
Rumah Bapak Basar kini bukan sekadar tempat tinggal. Ia telah menjadi madrasah mini, tempat bersemainya generasi Qur’ani yang kelak akan membawa perubahan. Dari tempat kecil dan jauh dari hiruk pikuk kota, lentera-lentera cahaya kini menyala pelan, tapi pasti, menuju masa depan yang terang.
Dan sore itu, di antara cahaya senja dan lantunan ayat-ayat Al-Qur’an, terasa satu keyakinan tumbuh: bahwa dari rumah biasa, bisa lahir cahaya surga asalkan ada ketulusan yang menghidupkannya.