Selasa, (8 Juni 2025) Angin sejuk pagi menyapa hangat Pendopo Balai Desa Sambongrejo, Kecamatan Sambong, Kabupaten Blora. Hari itu menjadi saksi dimulainya perjalanan pengabdian Mahasiswa KKN Institut Agama Islam Khozinatul Ulum (IAIKU) Blora Kelompok 6 yang secara resmi membuka kegiatan Kuliah Kerja Nyata dengan tema penuh makna: “Dari Samin Kami Belajar, Bersama Desa Kami Berkarya.”
Tema itu bukan sekadar kata. Ia lahir dari semangat untuk menyelami nilai-nilai kearifan lokal masyarakat Samin yang sarat dengan kesederhanaan, kejujuran, dan cinta tanah air nilai-nilai yang kini hendak dihayati dan dipraktikkan oleh para mahasiswa selama 40 hari di tengah kehidupan masyarakat desa.
Acara pembukaan berlangsung khidmat dan penuh keakraban. Hadir dalam kesempatan itu Kepala Desa Sambongrejo Wahono Heru Prayitno, Dosen Pembimbing Lapangan Ahmad Makki, M.H., perangkat desa, tokoh agama, tokoh masyarakat, serta warga setempat yang menyambut hangat bak keluarga yang lama dinanti pulang.
Dalam sambutannya, Koordinator Desa KKN, Mohammad Fadhil, menyampaikan ungkapan syukur dan terima kasih yang tulus kepada pemerintah desa Sambongrejo, khususnya kepada kepala desa dan para perangkat, atas sambutan yang begitu ramah sejak awal proses survei lokasi hingga pembukaan hari itu. “Kami merasa seperti pulang, bukan bertugas. Di sini kami ingin belajar dan berbuat semampu kami. Insyaallah selama 40 hari ke depan, kami akan mengajar TPQ, mengadakan kegiatan kebersihan masjid setiap Jumat, menanam bibit pohon dan benih ikan, serta membantu mempromosikan UMKM lokal. Kami sangat terbuka terhadap kritik dan masukan dari masyarakat demi kebaikan bersama,” ujarnya haru.
Sementara itu, Dosen Pembimbing Lapangan, Ahmad Makki, M.H., menegaskan bahwa KKN adalah ruang pembelajaran yang paling nyata bagi mahasiswa. “Selama ini mereka hanya mengenal teori di bangku kuliah. Di sinilah mereka akan benar-benar belajar, bagaimana membaur, bekerja sama, mendengar, dan melayani. Kami memohon bantuan dan bimbingan dari seluruh masyarakat desa agar adik-adik kami ini bisa tumbuh menjadi pribadi yang matang dan bermanfaat,” tuturnya.
Kepala Desa Sambongrejo, Wahono Heru Prayitno, dalam sambutannya menyampaikan rasa bangga dan bahagia atas kehadiran mahasiswa di desanya. “Kami punya lima dukuh dan sekitar 5000 jiwa. Kami ingin mahasiswa KKN ini tidak hanya tinggal di satu tempat, tapi mengenal setiap sudut desa kami. Dari kampung Samin di Blimbing, sampai sendang adat di ujung desa. Jadikan momen ini sebagai ladang amal dan kesempatan emas untuk saling memahami. Kami terbuka lebar, rumah kami adalah rumah kalian,” ucapnya penuh welas asih.
Suasana kian menyentuh ketika salah satu tokoh masyarakat, yang akrab disapa Pak Ji, menyampaikan harapannya agar kegiatan keagamaan mahasiswa bisa menyentuh semua dukuh, termasuk Kalimiri, dan bukan hanya terfokus di satu titik. “Mereka tamu istimewa. Tentu kami ingin keberadaan mereka memberi cahaya merata,” ungkapnya.
Menanggapi hal itu, Ahmad Makki langsung menyambut baik. Ia menjelaskan bahwa mahasiswa memang dijadwalkan berkeliling ke semua dukuh, bahkan akan mengisi adzan di masjid dan mengajar TPQ secara bergilir.
Tak ketinggalan, Jarman, sang modin desa, menitip harapan agar mahasiswa juga ikut serta dalam kegiatan keagamaan bersama Muslimat dan Fatayat. “Ilmu yang kalian bawa dari pesantren dan kampus jangan disimpan. Bagikan kepada kami. Biar walau 40 hari, ada bekas yang bisa terus tumbuh di tengah masyarakat kami,” ujarnya penuh harap.
Sebagai simbol komitmen dan sinergi, acara ditutup dengan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara pihak kampus dan pemerintah desa, dilanjutkan pembacaan doa oleh tokoh agama setempat, Bapak Huda. Doa itu mengalun pelan, tapi menyusup dalam. Seolah menjadi restu langit bagi langkah-langkah kecil para mahasiswa yang mulai menapaki jalan pengabdian.
Kehadiran mahasiswa IAIKU Blora di Desa Sambongrejo bukan sekadar rutinitas tahunan, tapi wujud nyata dari mimpi besar: menyambungkan ilmu dengan hidup, menghidupkan nilai-nilai luhur, dan menjembatani dunia akademik dengan denyut nadi masyarakat.
Di desa ini, mereka bukan hanya akan mengajar, menanam pohon, atau menulis laporan. Mereka akan belajar tentang hidup, tentang arti keikhlasan, tentang bagaimana menjadi bagian dari masyarakat yang sesungguhnya. Dan siapa tahu, dari desa kecil bernama Sambongrejo, lahir cahaya yang kelak akan menerangi jalan bangsa.