Berita Terkini

IMPARA Mengajar di Desa Sendang Agung: Satu Jam yang Menyentuh Hati, Selamanya Menginspirasi

Kamis sore, (3 Juli 2025) Langit Desa Sendang Agung berselimut cerah, seolah ikut merestui hadirnya sekelompok mahasiswa muda yang membawa semangat belajar dan cinta pada ilmu agama. Dalam suasana damai yang bersahaja, Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ) di desa itu menjadi saksi bisu tumbuhnya harapan baru dari wajah-wajah kecil penuh semangat. Mereka menyambut tangan-tangan hangat dari Ikatan Mahasiswa Pelajar Blora (IMPARA) Komisariat UIN Walisongo Semarang dalam kegiatan bertajuk IMPARA Mengajar.

Selama satu jam, dari pukul 15.00 hingga 16.00 WIB, bukan hanya huruf hijaiyah dan doa-doa yang diajarkan. Yang tertanam lebih dalam dari itu adalah cinta pada ilmu, rasa percaya diri, dan semangat untuk terus tumbuh. Empat kelas TPQ yang biasanya diisi dengan rutinitas mengaji, hari itu berubah menjadi ruang yang lebih hidup dihiasi senyum, tawa riang, dan mata-mata mungil yang penuh binar kebahagiaan.

“Senang banget, soalnya kakaknya ngajinya asyik dan seru,” celetuk polos seorang santri, sederhana tapi begitu jujur. Dan dari situlah letak kekuatan kegiatan ini: bukan karena megahnya panggung, bukan karena besarnya sorotan, tapi karena kehadiran yang tulus, dan perhatian yang tak dibuat-buat.

Mahasiswa IMPARA tidak datang untuk menggantikan, tapi melengkapi. Materi yang disampaikan dirancang seirama dengan kegiatan harian TPQ, agar keberlangsungan pembelajaran tetap terjaga. Namun, semangat yang dibawa terasa seperti angin segar menghidupkan kembali antusiasme, baik bagi santri maupun ustaz-ustazah setempat.

Lebih dari sekadar kegiatan edukatif, IMPARA Mengajar adalah bentuk nyata dari pengabdian dan kepedulian. Di sana, ilmu bertemu ketulusan, dan generasi muda dipertemukan dengan makna hidup yang lebih luas. Bahwa belajar tidak harus di ruang kelas formal, dan bahwa mengajar bukan hanya soal menyampaikan, tapi juga soal menghadirkan kehangatan dan perhatian.

Di desa yang mungkin tak tampak di peta besar, di sore yang sederhana tanpa gegap gempita, lahirlah momen yang begitu membekas. IMPARA telah menuliskan kisahnya.kisah tentang bagaimana satu jam bisa menjadi sangat berarti, dan bagaimana sekelompok anak muda bisa menjadi pelita di tengah gelapnya tantangan zaman.

Karena sejatinya, pengabdian tidak butuh panggung megah. Cukup seulas senyum dari seorang anak yang merasa dirinya didengar, dilihat, dan dihargai. Dan di Desa Sendang Agung, senyum-senyum itu tumbuh menjadi bukti bahwa cinta pada ilmu dan agama bisa diajarkan dengan cara yang paling sederhana namun paling membekas: dengan hati.