Rabu (9 Juli 2025) Suasana sejuk mengiringi langkah Mahasiswa KKN Kelompok 6 Institut Agama Islam Khozinatul Ulum (IAIKU) Blora saat menapakkan kaki di Green House Joyo Farm, yang terletak di Dukuh Blimbing, Desa Sambongrejo, Kecamatan Sambong, destinasi wisata edukatif ini menyuguhkan lebih dari sekadar pemandangan kebun. Ia menyimpan cerita tentang mimpi, kerja keras, dan keberanian anak muda desa menjemput masa depan.
Kedatangan kami disambut hangat oleh Mas Ahmad, pemuda 25 tahun yang menjadi motor penggerak Joyo Farm, kunjungan ini menjelma menjadi ruang belajar penuh inspirasi. Dengan semangat dan keramahan khas anak desa, Mas Ahmad mengajak para mahasiswa menyusuri lorong-lorong green house yang memamerkan buah melon unggulan hasil budidaya penuh ketekunan.
Melon-melon di Joyo Farm bukan buah biasa. Ada Melon legita yang berkulit putih elegan, Melon Kinanti berwarna kuning keorenan , hingga Kirani berkulit putih dengan daging buah jingga tebal nan manis. Setiap jenisnya punya keunikan, dengan masa tanam antara 65 hingga 70 hari. Saat kulit melon berubah menjadi putih krem, di situlah puncak kemanisannya mencapai titik sempurna.
“Rata-rata satu buah melon beratnya 1,4 sampai 1,5 kilogram. Harga per kilonya Rp 20.000,” ujar Mas Ahmad sembari menunjukkan deretan buah siap panen. Ia pun menjelaskan proses perawatan tanaman yang tak selalu membutuhkan penyiraman rutin. “Tergantung umur tanaman, kadang cukup dua minggu sekali. Untuk media tanam, kami pakai abu sekam dan pupuk ayam. Pupuk kambing sebenarnya bagus, tapi belum punya alat penggiling,” tambahnya.
Kisah sukses ini tak hadir sekejap. Modal awal untuk menanam melon mencapai Rp 12 juta hingga Rp 13 juta. Sementara untuk membangun satu unit green house, dibutuhkan biaya hingga Rp 1 miliar. Namun hasilnya sepadan: Joyo Farm kini telah berkembang memiliki empat cabang, menjadi magnet bagi wisatawan dari berbagai penjuru, mulai dari Blora, Grobogan, Sragen, hingga Jakarta dan Yogyakarta.
Menariknya, perjalanan Mas Ahmad dimulai dari tanah kelahirannya di Temanggung. Lulusan SMK Pertanian itu sempat diminta merantau ke Blora. “Dari situlah saya mulai belajar. Sedikit demi sedikit, saya membangun green house ini,” tuturnya. Kini, lima tahun sudah Joyo Farm berdiri tegak, dikenal luas karena kualitas dan konsistensinya menyuguhkan buah unggulan serta pengalaman edukatif.
Bagi mahasiswa KKN, kunjungan ini memberi lebih dari sekadar wawasan tentang pertanian modern. Ia juga menanamkan nilai penting tentang kegigihan, inovasi, dan kecintaan pada tanah kelahiran. Koordinator Desa KKN Kelompok 6, Mohammad Fadil, menuturkan bahwa pihaknya berkomitmen mendukung perkembangan Joyo Farm.
“Kami berharap keberadaan mahasiswa KKN bisa membantu memperluas pemasaran produk melon, serta menjadikan tempat ini pusat edukasi pertanian bagi generasi muda. Untuk itu, kami telah menyusun program kerja seperti membuat akun media sosial dan video konten edukatif agar lebih banyak masyarakat tertarik berkunjung ke sini,” ujarnya.
Green House Joyo Farm adalah bukti nyata bahwa mimpi besar bisa tumbuh dari desa kecil. Dari tangan seorang pemuda sederhana, lahirlah kebun harapan yang tak hanya memanen buah, tetapi juga memanen inspirasi, keberanian, dan semangat juang anak bangsa. Di tempat ini, ilmu ditanam, dan harapan dipetik. Dan Blora kini punya alasan baru untuk bangga.