Berita Terkini

Menimba Makna di Sendang Leluhur: Catatan Pagi Mahasiswa KKN IAIKU di Dukuh Blimbing

Sabtu (12 Juli 2025) Kabut masih belum sepenuhnya naik ketika belasan mahasiswa berbalut tanda pengenal kampus menyusuri jalan tanah menuju sudut sunyi Dukuh Blimbing, Desa Sambongrejo, Kecamatan Sambong. Langkah mereka ringan, tapi hati mereka penuh tanya dan harap. Hari itu, mahasiswa KKN IAI Khozinatul Ulum Blora Kelompok 6 bukan hanya mengunjungi tempat, tapi sedang menjemput makna.

Mereka tiba di sebuah mata air yang tenang, tersembunyi di balik semak dan pepohonan rimbun: Sendang Ndjoho. Bukan tempat wisata yang ramai dikunjungi, namun punya daya yang sulit dijelaskan. Air sendang yang bening memantulkan langit pagi, sementara suara alam mengiringi keheningan yang terasa menyentuh. Di tempat itu, mereka tak lagi menjadi sekadar mahasiswa, melainkan peziarah sunyi yang menemukan cermin bagi jiwa mereka.

Sendang Ndjoho bukan hanya genangan air. Ia seperti penjaga waktu, saksi perjalanan hidup warga, tempat menimba bukan hanya air, tapi juga ketenangan, bahkan mungkin pengampunan. Di sekeliling sendang, mereka terdiam cukup lama, seolah menyadari bahwa di luar buku dan kelas, ada pelajaran yang jauh lebih dalam: tentang alam, tentang makna hidup, dan tentang bagaimana menjadi manusia yang mendengar.

Tak jauh dari sana, mereka melanjutkan langkah menuju Sendang Nganten :sebuah mata air lain yang menyimpan kisah cinta lama, konon berasal dari sepasang pengantin yang tak sempat bersanding. Cerita itu diwariskan dari generasi ke generasi, dan hari itu, para mahasiswa bukan hanya mendengar, tetapi ikut merasakan jejak-jejak sejarah yang belum lekang.

Air di Sendang Nganten mengalir pelan, tenang seperti perasaan yang dalam. Ada semacam getar yang membuat siapa pun yang datang merasa sedang berbincang dengan masa lalu. Mungkin karena itu masyarakat setempat masih menjaga tempat ini dengan penuh penghormatan. Ia bukan hanya lokasi, tapi juga ruang batin.

Suasana pagi membuat semuanya terasa lebih syahdu. Kabut yang tipis, pohon tua yang diam, jalanan becek yang mereka lintasi semua menjadi bagian dari perjalanan yang tak tertulis dalam modul KKN. Tapi justru di sinilah mereka menemukan sesuatu yang tidak akan mereka temui di ruang seminar: makna dari pengabdian.

Pengabdian bukan soal datang membawa program, lalu pulang dengan laporan. Tapi tentang bagaimana seseorang bisa melepaskan egonya, duduk di tanah yang asing, dan menyimak bahasa-bahasa yang tak pernah diajarkan di kampus – bahasa kesederhanaan, bahasa ketulusan, dan bahasa syukur.

Mahasiswa KKN IAIKU hari itu membawa pulang lebih dari sekadar foto atau cerita untuk dibagikan di media sosial. Mereka membawa pengalaman batin, membawa pelajaran hidup yang akan tumbuh bersama mereka dalam perjalanan ke depan. Dan di dasar sendang yang sunyi, telah tercatat langkah mereka langkah anak-anak muda yang sedang belajar menjadi dewasa melalui pengabdian.