Minggu (20 Juli 2025 ) Semilir angin siang menyejukkan suasana di Masjid Jami’ Baitus Salam, Desa Biting, Kecamatan Sambong, Kabupaten Blora. Di balik kesyahduan bulan Muharram, lantunan doa dan suara hadrah mengalun hangat mengiringi langkah-langkah kecil para anak yatim menuju sebuah pelukan penuh cinta dan kepedulian.
Ahad siang itu, Ranting Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) Desa Biting menggandeng Mahasiswa KKN IAI Khozinatul Ulum Blora Kelompok 8 untuk menggelar acara pengajian umum sekaligus santunan anak yatim. Sebuah wujud nyata dari kasih sayang yang ditanamkan dalam ajaran Islam terlebih di bulan mulia ini.
Sejak pukul 12.30 WIB, jamaah memadati masjid. Warga dari berbagai dukuh, tokoh agama, pengurus Muslimat NU, dan para mahasiswa tampak membaur dalam satu semangat yang sama: berbagi kebahagiaan. Acara dibuka dengan sambutan singkat yang menggugah hati, disusul alunan hadroh yang menggema menyentuh relung jiwa.
Kemudian suasana menjadi hening penuh takzim saat KH. Nur Hadi, pengasuh Pondok Pesantren Thibbil Qulub Tambakrejo Bojonegoro, naik mimbar menyampaikan tausiyahnya. Dengan suara lembut namun menggetarkan, beliau menyampaikan betapa agungnya ganjaran dari Allah bagi mereka yang menyayangi anak yatim.
“Mereka yang memelihara anak yatim akan bersamaku di surga seperti ini,” ucapnya sambil merapatkan jari telunjuk dan jari tengah—mengutip hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Kalimat itu seketika membuat mata sebagian jamaah berkaca-kaca.
Tangis haru pecah perlahan saat puluhan bingkisan dan amplop santunan diserahkan langsung kepada anak-anak yatim. Satu per satu mereka maju, disambut peluk hangat dari para panitia dan senyum dari para hadirin. Bukan sekadar pemberian materi, tapi juga ungkapan cinta yang membalut luka kehilangan mereka.
Peran mahasiswa KKN dalam acara ini terasa sangat nyata. Mereka tidak sekadar hadir, tetapi menjadi bagian penting dari denyut acara dari persiapan tempat, pendampingan anak-anak yatim, dokumentasi, hingga menyatu dengan warga dalam semangat kebersamaan. Sinergi antara kampus dan masyarakat ini membuktikan bahwa pendidikan sejati hidup dalam pelayanan dan kasih sayang.
“Ini bukan hanya soal acara seremonial, tapi tentang bagaimana kita belajar merasakan pedih orang lain, dan hadir untuk mereka dengan tulus,” ujar salah satu mahasiswa dengan mata berkaca-kaca.
Rangkaian kegiatan ditutup dengan doa bersama yang menyayat kalbu, lalu dilanjutkan makan dan ramah tamah di pelataran masjid. Tidak ada perbedaan status, tidak ada sekat usia semua menyatu dalam kehangatan Muharram.
Hari itu, Masjid Baitus Salam bukan sekadar tempat ibadah. Ia menjadi rumah kasih, menjadi pelukan besar yang memeluk anak-anak yatim dan menguatkan hati siapa pun yang hadir. Sebuah pesan mengalir deras dari Desa Biting: bahwa dalam cinta dan kepedulian, Islam hadir sebagai rahmat bagi semesta.