Kamis (7 Agustus 2025) Sore itu, langit berwarna keemasan menggantung di atas Lapangan Ruko, Dukuh Blimbing, Desa Sambongrejo, Kecamatan Sambong. Suara tawa dan sorak-sorai anak-anak memecah keheningan desa, mengiringi jalannya lomba tiup gelas dan makan krupuk dalam rangka memeriahkan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-80.
Acara ini digelar oleh Karang Taruna Dukuh Blimbing, berkolaborasi dengan mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) dari Institut Agama Islam Khozinatul Ulum (IAIKU) Blora. Sebuah inisiatif sederhana namun penuh makna bukan hanya sebagai perayaan, tetapi juga sebagai ruang tumbuh bagi anak-anak desa untuk berani tampil, tertawa bersama, dan mencintai tanah air dengan cara mereka sendiri.
Sebanyak 51 anak mengikuti lomba tiup gelas. Tidak ada yang menang atau kalah hari itu—yang ada hanyalah gelak tawa ketika gelas bergerak pelan atau terbang entah ke mana karena tiupan yang tak terarah. Namun akhirnya, Adi keluar sebagai juara pertama, disusul Hanum sebagai juara kedua dan Alfando sebagai juara tiga.
Sementara itu, lomba makan krupuk menjadi favorit semua anak. Mulut mungil mencoba menggigit krupuk yang tergantung dan berayun di tali, sambil berdiri di ujung jemari dan tertawa geli. Dua sesi telah terlaksana, masing-masing diikuti 10 peserta. Namun, karena waktu sudah menjelang Maghrib, lomba dihentikan sementara dan akan dilanjutkan esok hari, Jumat 8 Agustus 2025, bersama lomba estafet karet dan estafet air.
Muji Prayoga, salah satu panitia lomba, mengungkapkan rasa harunya melihat keceriaan yang terpancar dari wajah-wajah polos anak-anak.
“Perlombaannya sederhana, tapi suasananya hangat. Anak-anak antusias, orang tua tersenyum. Inilah semangat kemerdekaan yang sebenarnya,” ujarnya.
Bagi para mahasiswa KKN, momen ini lebih dari sekadar program kerja. Ini adalah bagian dari perjalanan pengabdian, belajar dari masyarakat, dan menjadi bagian dari cerita kecil yang kelak mereka kenang.
Kemerdekaan memang tak selalu hadir dalam bentuk upacara mewah atau pesta besar. Kadang, ia hadir dalam bentuk sederhana dari tiupan napas kecil yang menggerakkan gelas plastik, dari gigi yang berusaha menggigit krupuk yang menggantung, dan dari tawa anak-anak desa yang bebas dan bahagia.
Dan dari Lapangan Ruko yang sederhana itu, semangat merah putih kembali hidup dalam bentuk yang paling jujur: kebersamaan.