Di tengah rimbunnya hutan jati dan jalanan berbatu Desa Ledok, Kecamatan Sambong, sebuah aktivitas tak biasa menggeliat setiap pekan. Suara denting besi, deru mesin, dan langkah para pekerja menyatu dalam harmoni menandai proses panen minyak dari sumur-sumur tua yang telah ratusan kali mengalirkan emas hitam dari perut bumi.
Sebanyak 236 sumur minyak aktif tersebar di kawasan ini. Uniknya, minyak bumi di sini tidak dipanen setiap hari seperti di ladang minyak besar, melainkan hanya sekali dalam sepekan. Tapi jangan salah, semangat dan makna dari setiap tetes minyak yang diangkat begitu dalam sebab di baliknya tersimpan sejarah, warisan budaya, dan pertemuan dua zaman: tradisi dan teknologi.
Pertamina hadir dengan pendekatan canggih. Sistem jet pumping hydraulic digunakan untuk menyedot minyak dari kedalaman yang bervariasi. Teknologi ini memungkinkan pengangkatan lebih efisien dan ramah lingkungan. Namun, berbeda dari kesan ladang minyak modern yang serba tertutup dan otomatis, di Ledok suasananya lain. Kearifan lokal masih hidup di antara pipa-pipa besi dan tangki penampungan.
“Beberapa warga masih menggunakan cara manual. Mereka menarik minyak dengan sistem katrol sederhana, warisan teknik lama yang diajarkan dari generasi ke generasi,” ujar seorang petugas lapangan. Pemandangan ini bukan semata soal efisiensi, tapi cerminan kuatnya akar budaya yang belum tercerabut.
Setiap sumur memiliki nomor urut dan catatan khusus. Pihak Pertamina mencatat secara rinci asal-usul dan kondisi teknisnya. Namun lebih dari itu, masyarakat sekitar menyebut sumur-sumur ini sebagai petilasan atau situs suci yang dipercaya berkaitan erat dengan sosok legendaris bernama Mbah Magung.
Konon, Mbah Magung adalah tokoh pertama yang menancapkan tongkat di lokasi sumur tua ini. Dari situlah, diyakini muncul rembesan minyak pertama. Bagi warga, ini bukan kebetulan. Tongkat Mbah Magung dianggap sebagai penanda spiritual yang membuka tabir perut bumi Ledok. Tak sedikit yang datang berziarah, menaruh bunga, dan berdoa di sekitar sumur, sebagai bentuk penghormatan dan harapan.
Disebut Perpaduan Sakral dan Sains, Inilah yang menjadikan Ledok begitu istimewa. Bukan sekadar ladang minyak, tapi juga ladang cerita, keyakinan, dan kekuatan spiritual. Di satu sisi, Pertamina hadir dengan keahlian teknik dan inovasi industri. Di sisi lain, masyarakat menjaga warisan leluhur dengan hati-hati, menjadikan aktivitas ekstraksi ini bukan sekadar proses ekonomi, tetapi bagian dari ritus kehidupan.
Tak banyak tempat di negeri ini yang bisa menyandingkan jet pump dan petilasan dalam satu narasi. Ledok berhasil melakukannya—menyatukan masa lalu dan masa kini dalam irama yang harmonis. Masyarakat pun hidup berdampingan dengan mesin-mesin besi, tanpa kehilangan identitas dan nilai.
“Ini bukan sekadar sumber daya alam. Bagi kami, ini adalah peninggalan sejarah, tempat sakral yang harus dihormati,” ujar seorang tokoh masyarakat setempat.
Sumur-sumur tua Ledok seolah ingin bercerita: bahwa di balik kilau minyak bumi, ada sejarah yang tak boleh dilupakan, ada tradisi yang terus dijaga, dan ada masa depan yang harus dibangun dengan menghormati masa lalu.
Editor : Yusron Project